Bagi siapapun, tinggal di
Yogyakarta apalagi selama kurang lebih 12 tahun saat beranjak dewasa tentu akan
meninggalkan sangat banyak kesan. Dimulai dari saya sebagai seorang pendatang yang
di kampus (2006) tidak mempunyai banyak teman, sampai saya memilih jalan hidup
menjadi seorang freelancer selepas selesai
kuliah dan memutuskan "bekerja" di salah satu restoran dan lounge milik teman
baik saya dan mencoba meninggalkan semua kenangan di kota berjuluk ‘Jogja
Berhati Nyaman’ tersebut. Cerita akan dimulai dari sini.
Banyak sekali orang berkata
lulusan IT tentu akan bisa mendapatkan pekerjaan yang mudah, punya banyak uang
dan lain sebagainya. Jika di nalar, pemikiran itu memang benar, karena saat ini
dunia IT bisa dibilang memegang kunci penting dalam industri di seluruh dunia.
Namun, harapan tersebut tentu akan menjadi omong kosong belaka ketika kamu
tidak menikmati bekerja secara profesional di bidang tersebut, dan celakanya
saya termasuk salah satu dari orang yang ada di golongan tersebut.
Sikap idealis dimulai pada saat saya berusia 24 tahun selepas kuliah,
dimana membawa saya untuk menjadi
seorang freelancer selama kurang
lebih 6 tahun lamanya dengan tidak bekerja secara profesional di bidang studi
kuliah saya dan juga tidak bekerja di corporate
atau goverment seperti kebanyakan
teman-teman kuliah saya.
Saat itu saya memutuskan membuat
media online sendiri, membuat sebuah label rekaman musik digital yang legal dan
bebas unduh, membuat radio online dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan kreatif
lainnya, bahkan mendirikan sebuah perpustakaan dan memberikan pendidikan gratis
setiap hari Minggu bersama 4 orang teman di kampus untuk warga salah satu dusun
di Wonosari yang pendidikannya masih banyak tertinggal dengan pengumpulan dana
melalui ngamen setiap hari Senin dan
Kamis malam selama kurang lebih 1 tahun lamanya. Yang ada di pikiran saya saat
itu: selagi saya masih muda, saya harus melakukan sesuatu untuk diri saya sendiri
dan orang-orang yang ada di sekitar saya - mengerjakan hal yang saya suka; karena
jika sudah bekerja dengan orang lain apalagi di perusahaan, idealisme itu
haruslah dipendam dalam-dalam dan tidak akan ada banyak waktu untuk melakukan ini
itu, selain itu saya pun masih harus mencari tahu apa kelebihan yang saya punya
selain catatan akademis di ijazah ditambah lagi saya juga merasa salah jurusan.
Saya masih bisa hidup dengan bekerja “serabutan”, apalagi di
Yogyakarta yang memang serba murah ditambah kewolesan masyarakatnya dalam
menjalani kehidupan sehari-hari. Selama 4 tahun lamanya saya mencoba
mengerjakan banyak hal dan semua ternyata dapat saya lewati dengan berusaha dan
belajar sendiri, dengan menggali potensi apa yang sebenarnya saya miliki. Sempat
menjadi fotografer, menjadi penulis dan jurnalis lepas, mengerjakan event,
mengerjakan aktivasi-aktivasi digital dari brand-brand besar di Indonesia, dan
menjadi marketing restoran yang mungkin kurang prestise untuk kebanyakan orang dipelajari sendiri secara otodidak
karena memang tidak ada sama sekali basic
pendidikan formal di bidang-bidang tersebut.
Namun realitanya, sebenarnya dengan
bekerja serabutan seperti itu sangat berat untuk dapat “menghidupi”, apalagi
jika kamu sudah memiliki pandangan yang lebih jauh lagi untuk masa depanmu
sendiri yang lebih baik secara finansial, karena kita semua tentu tahu jika tingkat
upah di Yogyakarta termasuk sangat rendah dibanding kota-kota lain di Indonesia,
dan bekerja tidak tetap tentu juga akan memaksa kita untuk bisa mengatur
keuangan yang dari awalnya sudah tidak menentu.
Catatan hidup baru akhirnya tertuang dalam garis hidup saya,
dimana apa yang sudah saya kerjakan dan lakukan selama ini meskipun banyak juga
yang memandang dengan sebelah mata, setidaknya sudah meninggalkan memori dan
menjadi cerita untuk anak cucu saya di hari tua nanti. Setidaknya di masa muda saya
sudah melakukan hal-hal yang saya mau, yang saya ingin tahu dan tentunya sudah
melakukan sesuatu untuk orang-orang disekitar saya.
Saya
sempat depresi kurang lebih 1 tahun lamanya setelah lulus kuliah di tahun 2011.
Saat itu saya merasa ijazah dengan predikat kelulusan sangat memuaskan itu
tidak berguna untuk melamar pekerjaan. Dari sekian ratus perusahaan yang saya
lamar tidak satupun yang memberikan respon (saat itu saya melamar sesuai dengan
akademis saya, yaitu IT, dan Jakarta masih terasa sangat mengerikan untuk dijamah,
meskipun ada juga tawaran pekerjaan lintas disiplin ilmu di kota itu yang
datang) sampai akhirnya memutuskan menjadi freelancer
sembari mencari tau sebenarnya apa kelebihan, skill dan bakat yang saya miliki.
Pencarian itu ternyata membuahkan hasil, meskipun membutuhkan waktu yang cukup
lama yaitu 6 tahun.
Hari ini, hidup saya dimulai di
kota yang baru, di kota yang menurut banyak orang sebagai kota serba ada, yaitu
Jakarta. Kepergian saya dari Jogja bisa dibilang sangat tiba-tiba, setelah saya
memutuskan mendadak berhenti dari pekerjaan saya sebagai marketing dan content programmer di salah satu venue, setelah
saya ditinggalkan pasangan saya, dimana sebenarnya saya sudah merencanakan
untuk menikah dengan dia di tahun ini. Tentu ini bukan perkara yang mudah setelah
12 tahun lamanya tinggal di zona nyaman dan kini semua angan-angan itu sirna
begitu saja.
Kali ini, tidak cukup sulit bagi
saya untuk mendapat panggilan pekerjaan, karena dalam waktu seminggu saja dari
saya melamar, kurang lebih ada sekitar 10 perusahaan baik lokal maupun multinasional
yang menghubungi untuk melakukan sesi interview kerja. Kondisi ini sangat
berbeda dibanding saat saya baru lulus kuliah, dimana saat itu tidak satupun
perusahaan yang saya lamar di bagian IT memberikan respon yang baik.
Kenapa bisa demikian? Akhirnya saya
menemukan apa yang selama ini saya cari, saya sudah menemukan minat dan
ketertarikan saya, dan saya melamar di perusahaan yang sedang membuka lowongan
di bidang yang saya minati, ditambah portfolio yang lebih proper tentunya di di bidang tersebut.
Hal yang saya temukan dalam
proses pencarian yang lama ini adalah: saya suka dengan musik, saya suka dengan
dunia digital, saya suka bertemu dan berelasi dengan orang-orang baru, dan saya
suka dengan industri kreatif. Selama 6 tahun lamanya saya mengasah minat dan
bakat di bidang-bidang tersebut, dan kini setidaknya sudah membuahkan hasil.
Kini, saya bekerja di salah satu
perusahaan digital asal California, Amerika Serikat yang berafiliasi dengan
situs video terbesar di dunia, YouTube. Disini saya bertanggung jawab untuk konten
musik, artist dari beberapa negara (Indonesia, China, Korea, Jepang, negara-negara
di Amerika dan Eropa) dan juga mengatur kegiatan promosi digital para artist di
platform tersebut. Tentu ini menjadi pekerjaan yang sangat sesuai dengan
ketertarikan saya, dan saya membutuhkan waktu 6 tahun lamanya untuk bisa
menemukan passion sampai bisa
mendapatkan pekerjaan ini.
Bagi kamu yang sedang bingung
dalam menentukan pilihan hidup, atau bingung karena sulit untuk mendapatkan pekerjaan,
percayalah kalau sebenarnya tidak ada orang yang bodoh di dunia ini. Masalahnya, mau atau tidak kamu menjalani pilihan hidupmu saat ini dan apakah kamu menikmati dengan apa yang saat ini sedang kamu lakukan. Siapa yang tahu jawabannya? hati kecil kamu sendiri.
KA
Apartemen Green Lake Northen
Park, Jakarta Utara