Cara Membuat Siaran Pers Yang Benar

No Comments »



Mungkin banyak dari kalian sebagai event organizer ataupun musisi yang merasa kesulitan untuk mendapat akses publikasi di media untuk event yang digelar ataupun pengulasan profile dari band. 

Ada beberapa cara yang dapat dilaksanakan untuk mendapatkan publikasi di media, salah satunya adalah dengan membuat Press Release atau sering juga disebut dengan Siaran Pers. Namun tidak sedikit juga yang salah dalam membuat Press Release sehingga berita tersebut tidak termuat di media-media yang dituju. 

Siaran Pers adalah naskah berita atau informasi yang dibuat oleh praktisi humas ( Public Relations Officer) sebuah lembaga atau organisasi untuk dipublikasikan di media massa. Menulis siaran pers pada dasarnya sama dengan menulis berita (news), seperti dilakukan para wartawan. 

Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan Siaran Pers: 

Struktur Naskah
Karakteristik dan struktur penulisan siaran pers sama dengan menulis berita. Karakteristik siaran pers adalah memiliki “nilai berita” (news values), yakni aktual, faktual, penting, dan menarik. 

Struktur penulisan siaran pers hakikatnya sama dengan dengan struktur naskah berita:
  1. Head (judul)
  2. Dateline (baris tanggal)
  3. Lead (teras berita)
  4. News body (tubuh atau isi berita)
Format Siaran Pers
 
Karena berasal dari lembaga formal, maka siaran pers umumnya juga formal. Ada format khusus dalam naskah siaran pers, salah satunya seperti disarankan Media College sebagai berikut:
  1. Bagian atas naskah berisi "Untuk Disiarkan Segera" atau "Untuk Disiarkan Tanggal ..."
  2. Headline. Judul siaran pers, layaknya judul berita yang harus menggambarkan isi siaran pers.
  3. Dateline. Baris Tanggal. Berisi nama kota dan tanggal.
  4. Body. Konten atau isi siaran pers, terdiri dari Lead (Teras) dan Tubuh Berita (Body).
  5. Info Lembaga. Di bagian akhir naskah, cantumkan informasi tentang lembaga atau instansi yang mengirimkan rilis.
  6. Informasi Kontak. Setelah itu, di bawahnya dicantumkan nama dan alamat lembaga, no. telepon, fax, email, website, termasuk CP (Contact Person) yang bisa dihubungi. (Contoh Rilis).
Naskah siaran pers sebaiknya:
  1. Ditulis dengan gaya penulisan berita.
  2. Jangan terlalu panjang – cukup satu lembar.
  3. To the point, langsung saja ke pokok masalahnya.
  4. Memenuhi unsur berita 5W+1H.
  5. Berikan lebih dari satu nomor kontak –nomor telpon kantor, kontak pribadi, HP, e-mail, dan fax.
  6. Jika perlu, seratakan ilustrasi foto, tabel, atau grafik atau bahan pendukung lainnya.
  7. Tuliskan pada kertas berkop-surat sehingga benar-benar resmi.

RSD2015 Yang Sedang Hangat-Hangatnya

No Comments »

Foto saya pinjam dari situs Deathrockstar.club
RSD atau yang biasa disebut dengan Record Store Day adalah event tahuan yang di gelar pada bulan April yang mana mempertemukan penikmat dan label yang membuat rilisan musik dalam bentuk fisik. Event ini bisa dibilang hajatannya anak muda masa kini karena kita bisa menemukan banyak sekali rilisan fisik mulai dari piringan hitam, kaset 2nd hand sampai dengan rilisan yang memang sengaja dirilis pada gelaran tersebut.

Di Indonesia sendiri RSD2015 tahun ini cukup hype keberadaannya, dimana sekitar 6 kota menggelar acara ini yaitu Bandung, Jakarta, Cirebon, Yogyakarta, Solo dan Malang (maaf jika ada yang terlewat). Sialnya saya melewatkan gelaran RSD2015 tahun ini dikarenakan cuaca buruk di Yogyakarta pada tanggal 18 April dan saya harus menemui seseorang dari Jakarta di salah satu hotel di daerah Prawirotaman, Yogyakarta.

Meskipun tahun ini saya tidak datang langsung ke gelaran ini, saya mengikuti perkembangannya melalui media sosial, terutama RSD2015 di Jakarta yang tahun ini di branding oleh sponsor rokok.

Kemarin saya membaca sebuah tulisan di Jakartabeat yang mengkritisi soal gelaran RSD2015 ini, dimana penulis beranggapan dengan masuknya pihak-pihak yang mainstream kedalam hajatan untuk penikmat rilisan fisik ini adalah awal kehancuran dari RSD itu sendiri.  Semalam saya sengaja melempar wacana ini  ke media sosial Path, dan ternyata cukup banyak juga yang menanggapi dengan opini pribadi masing-masing. Ada yang pro, ada juga yang kontra.

Menurut opini dan pendapat pribadi saya ini yah, gelaran se massive RSD tentu akan diminati oleh pihak sponsor, termasuk salah 1 sponsor rokok yang kemaren nge branding RSD2015 Jakarta karena sponsor tersebut memang sedang gencar dengan aktifitas-aktifitas yang digemari oleh anak muda.

Tidak ada yang salah dengan adanya sponsor di gelaran anak muda seperti ini. Kita semua tau untuk menyelenggarakan sebuah event tentu memerlukan biaya yang tidak murah, menyewa venue, alat musik dan segala kebutuhan lain tentu memerlukan biaya, meskipun kebanyakan acara yang mengedepankan azas kolektif pengisi acaranya memang tidak di bayar.

Dengan adanya sponsor seperti ini, tentu anggaran biaya tadi bisa di tekan, paling tidak panitia tidak perlu lagi banyak memikirkan bagaimana mengumpulkan uang dari kantong pribadi teman-teman mereka untuk menutup biaya sewa venue dan alat musik. Pengisi acara bisa jadi malah dibayar ketika ada sponsor yang masuk. Kontra nya adalah ada kecenderungan anak muda jaman sekarang bergantung dengan sponsor dalam membuat sesuatu,  karena pergerakan indie/independen itu pada awal dan dasarnya adalah DIY (Do It Yourself) dan melalui proses yang disebut dengan kolektif, bukan bergantung pada pemodal dan sponsor.

Hari ini saya juga membaca tulisan di situs deathrockstar, dimana venue menjadi pengap oleh keringat dan asap rokok. Di Indonesia merokok sepertinya memang sudah menjadi budaya tersendiri dan etika dari perokok di Indonesia masih perlu dikaji ulang. Maksud saya disini adalah seorang perokok harusnya dapat menghargai privasi orang lain yang tidak merokok. Karena itulah harusnya ada yang namanya area khusus merokok dalam suatu event, apalagi event tersebut disponsori oleh perusahaan rokok. Musik harusnya dapat dinikmati oleh semua orang, dan di gelaran seperti RSD2015 tentu penikmat rilisan fisik bukan hanya orang yang berusia 18 tahun keatas, contohnya dulu saya ketika masih duduk di bangku SMP sudah gemar menyisihkan uang saku hanya untuk membeli kaset. Namun karena sponsor yang masuk adalah perusahaan rokok, kebijakan 18+ jadi berlaku disini.

Bicara soal munculnya kritik terhadap label musik mainstream, menurut saya tidak ada salahnya label-label mainstream ikut berkontribusi di gelaran RSD ini. Dari nama acaranya saja "Record Store Day", tentu ini adalah hajatan untuk semua label rekaman fisik yang ada, tidak harus indie namun juga mainstream. Jika dibandingkan dengan RSD di Amerika tentu RSD di Indonesia sudah jauh berbeda, karena pangsa pasar RSD di Indonesia adalah penikmat musik indie, bukan band-band mainstream.










Show Your Colors Di The Parade 2015 Yogyakarta

No Comments »


Kalau ngomongin soal kesenian dan hal-hal yang berbau kreatifitas, kota Yogyakarta seakan enggak ada habisnya. Kita semua tentu tahu, Yogyakarta adalah salah satu kota di Indonesia yang terkenal akan anak mudanya yang kreatif dan inovatif. Dengan sangat mudahnya kita bisa menemukan karya-karya seni di kota ini bahkan di tembok-tembok yang ada di sudut kota Yogyakarta.

The Parade sendiri adalah event tahunan yang di gelar di Yogyakarta, dimana berbagai macam komunitas kreatif bergabung dan berpameran bersama di event ini.

Kebetulan pada gelaran The Parade Tahun ini, saya mendapat undangan khusus dari teman-teman Sampoerna A dalam program #ShowYourColors untuk menikmati kota ini bersama beberapa teman-teman blogger dari Jakarta, yaitu teman lama saya Intan Anggita (@badutromantis), Motulz (@motulz) dan editor dari majalah NYLON Indonesia, Alexander Kusumapraja (@Alkupra). Kebetulan saya sudah mengenal dan pernah bertemu langsung dengan Intan dan Motulz, jadi bisa dibilang ini adalah ajang temu kangen bersama mereka berdua.  Untuk Alex sebelumnya saya sudah mengenal dia di media sosial dan pernah berkontribusi juga untuk majalah NYLON, tetapi ini adalah kali pertama bertemu secara langsung.

Selain menampilkan band-band indie lokal dan nasional, gelaran The Parade kali ini yang digelar pada 10-12 April 2015 di Jogja Expo Center (JEC) menyajikan doodling workshop selama 3 hari yang digelar di A Create booth dan didukung penuh oleh Sampoerna AMOTION dengan mengangkat tema ‘Show Your Colors’.

Doodling workshop yang digelar selama 3 hari ini menampilkan pemateri yang oke punya juga, sebut saja Farid Stevy Asta (Libstud, vokalis FSTVLST), Sari Sartje (seniman kontemporer, vokalis White Shoes and The Couples Company) dan Motulz (fotografer, visual artist) yang kebetulan berkolaborasi dengan teman saya Mahaputra Vito (Laurel Studio).  

Di workshop hari pertama yang diisi oleh Farid, peserta diminta menggambar apa yang pertama kali mereka liat di timeline media sosial twitter mereka. Medium yang digunakan Farid adalah kartu pos dan marker yang bewarna merah dan hitam. Salah satu ciri khas Farid memang karya-karya yang dia hasilkan kebanyakan menggunakan 2 warna ini, yaitu merah dan hitam.



Workshop hari kedua tidak kalah menariknya, karena Nona Sari mengajarkan bagaimana cara menggambar dengan menggunakan tinta tiongkok. Saya yang tidak berbakat menggambar ini cukup antusias menyimak pada workshop hari kedua, karena menggambar menggunakan kuas dan tinta tiongkok  terlihat sangatlah menarik. Salah satu hal penting yang saya dapat di workshop hari kedua yang mengangkat tema “Sketsa Tinta” ini adalah jangan pernah takut salah dalam menggambar atau membuat karya. Selama ini banyak orang yang takut dalam menggambar sehingga menggunakan  penghapus dan pensil, namun kali ini Sari langsung mengajarkan bagaimana menggambar menggunakan kuas yang hasilnya memang tidak bisa dihapus. Sama halnya dengan sidik jari, karya atau coretan yang dihasilkan antara satu orang dengan yang lain tidak akan pernah bisa sama, dan kita harus bangga akan hal itu, bangga akan apa yang kita kerjakan dan hasilkan, sama halnya dengan tema ‘Show Your Colors’ yang diangkat oleh Sampoerna AMOTION.



Pada workshop hari terakhir, Motulz mengajarkan tentang basic dalam drawing, yaitu membuat gambar kubus yang simetris hingga memenuhi medium gambar ukuran kertas A3. Saya perhatikan peserta workshop masih cukup kesulitan untuk memenuhi medium gambar dengan gambar kotak-kotak ini, nampaknya ada rasa takut-takut pada mereka saat menggoreskan  pena nya  ke medium gambar. Motulz kemudian meminta peserta untuk mewarnai gambar kubus yang sudah dibuat dengan 4 buah warna, yaitu warna hitam, merah, biru dan kuning dimana warna ini menunjukkan semangat ‘Show Your Colors’ yang diangkat oleh Sampoerna AMOTION. Setelah Motulz mengisi workshop, Mahaputra Vito mengambil alih tempat dengan memberikan workshop “ngeblat” dan menggabungkan objek pada medium kertas dengan menggunakan sample gambar yang diambil dari internet.



Selain seru-seruan dengan workshop dooling di A Create booth, masih ada keseruan lain di Stadion Kridosono karena disana juga dilakukan mural oleh para street artist Yogyakarta. Tembok stadion Kridosono yang biasanya terlihat kumuh oleh tempelan poster dan vandalisme kali ini terlihat penuh warna oleh mural dan graffiti.



               


Ada cerita lucu saat saya, Motulz, Ignes Dea (Maverick Indonesia), mbak Kesya dan mas Kukuh (representative HM.Sampoerna) menaiki odong-odong dari stadion Kridosono menuju ke JEC. Selepas proses mural memang ada pawai menggunakan odong-odong dan juga delman yang berwarna-warni dari stadion Kridosono menuju ke venue The Parade di JEC. Meskipun saya sudah sekitar 9 tahun tinggal di Jogja, ini adalah pertama kalinya saya naik odong-odong. Di Jogja kita bisa menemukan odong-odong berwarna-warni ini di alun-alun Kidul (Alkid) setiap harinya. Pengalaman perdana naik odong-odong ini menjadi sedikit menguras tenaga karena ditengah jalan odong-odong yang saya naiki salah satunya bannya pecah dan meletus. Alhasil saya dan mas Kukuh harus sedikit “berolahraga malam” pada malam minggu itu (11/4) untuk mencapai garis finish di JEC.  



Selain mengikuti workshop, pengunjung The Parade juga bisa melakukan kegiatan lain di A Create booth seperti body painting, colorful barbershop serta proyek do-it-yourself, dimana pengunjung dapat mewarnai dan menggambar T-shirt serta dompet kulit sesuai selera warna mereka.





Di Minggu pagi setelah menikmati sarapan di soto Kadipiro yang cukup terkenal di Yogyakarta, Saya, Motulz, Alex dan Intan didampingi representative dari HM.Sampoerna dan Maverick Indonesia mengunjungi jembatan Gondolayu di Kali Code. Kali Code adalah salah satu spot di Jogja yang terkenal karena pola hidup masyarakatnya sangat tertata dengan baik meskipun mereka tinggal di pinggiran sungai. Masyarakat disana melakukan berbagai macam bentuk kearifan lokal dengan menjaga kebersihan sungai dan juga lingkungan sekitarnya, terdapat beberapa sanggar seni dan berbagai macam mural dapat dengan mudahnya ditemukan di kampung yang berdiri disepanjang sungai Code. Dari atas jembatan Gondolayu, kita dapat melihat bangunan berwarna warni yang cerah dan ceria, menggambarkan semangat ‘Show Your Colors’ yang disampaikan oleh Sampoerna AMOTION.


Akhir pekan kemarin telah menjadi salah satu momen bahagia di hidup saya, bertemu teman-teman baru yang kreatif dan teman-teman lama seperti Motulz dan Intan, sangatlah menyenangkan! Life just once, just go ahead, enjoy your passion and #ShowYourColors!

*Foto merupakan dokumentasi pribadi saya dan Ignes Dea