RSD2015 Yang Sedang Hangat-Hangatnya

Foto saya pinjam dari situs Deathrockstar.club
RSD atau yang biasa disebut dengan Record Store Day adalah event tahuan yang di gelar pada bulan April yang mana mempertemukan penikmat dan label yang membuat rilisan musik dalam bentuk fisik. Event ini bisa dibilang hajatannya anak muda masa kini karena kita bisa menemukan banyak sekali rilisan fisik mulai dari piringan hitam, kaset 2nd hand sampai dengan rilisan yang memang sengaja dirilis pada gelaran tersebut.

Di Indonesia sendiri RSD2015 tahun ini cukup hype keberadaannya, dimana sekitar 6 kota menggelar acara ini yaitu Bandung, Jakarta, Cirebon, Yogyakarta, Solo dan Malang (maaf jika ada yang terlewat). Sialnya saya melewatkan gelaran RSD2015 tahun ini dikarenakan cuaca buruk di Yogyakarta pada tanggal 18 April dan saya harus menemui seseorang dari Jakarta di salah satu hotel di daerah Prawirotaman, Yogyakarta.

Meskipun tahun ini saya tidak datang langsung ke gelaran ini, saya mengikuti perkembangannya melalui media sosial, terutama RSD2015 di Jakarta yang tahun ini di branding oleh sponsor rokok.

Kemarin saya membaca sebuah tulisan di Jakartabeat yang mengkritisi soal gelaran RSD2015 ini, dimana penulis beranggapan dengan masuknya pihak-pihak yang mainstream kedalam hajatan untuk penikmat rilisan fisik ini adalah awal kehancuran dari RSD itu sendiri.  Semalam saya sengaja melempar wacana ini  ke media sosial Path, dan ternyata cukup banyak juga yang menanggapi dengan opini pribadi masing-masing. Ada yang pro, ada juga yang kontra.

Menurut opini dan pendapat pribadi saya ini yah, gelaran se massive RSD tentu akan diminati oleh pihak sponsor, termasuk salah 1 sponsor rokok yang kemaren nge branding RSD2015 Jakarta karena sponsor tersebut memang sedang gencar dengan aktifitas-aktifitas yang digemari oleh anak muda.

Tidak ada yang salah dengan adanya sponsor di gelaran anak muda seperti ini. Kita semua tau untuk menyelenggarakan sebuah event tentu memerlukan biaya yang tidak murah, menyewa venue, alat musik dan segala kebutuhan lain tentu memerlukan biaya, meskipun kebanyakan acara yang mengedepankan azas kolektif pengisi acaranya memang tidak di bayar.

Dengan adanya sponsor seperti ini, tentu anggaran biaya tadi bisa di tekan, paling tidak panitia tidak perlu lagi banyak memikirkan bagaimana mengumpulkan uang dari kantong pribadi teman-teman mereka untuk menutup biaya sewa venue dan alat musik. Pengisi acara bisa jadi malah dibayar ketika ada sponsor yang masuk. Kontra nya adalah ada kecenderungan anak muda jaman sekarang bergantung dengan sponsor dalam membuat sesuatu,  karena pergerakan indie/independen itu pada awal dan dasarnya adalah DIY (Do It Yourself) dan melalui proses yang disebut dengan kolektif, bukan bergantung pada pemodal dan sponsor.

Hari ini saya juga membaca tulisan di situs deathrockstar, dimana venue menjadi pengap oleh keringat dan asap rokok. Di Indonesia merokok sepertinya memang sudah menjadi budaya tersendiri dan etika dari perokok di Indonesia masih perlu dikaji ulang. Maksud saya disini adalah seorang perokok harusnya dapat menghargai privasi orang lain yang tidak merokok. Karena itulah harusnya ada yang namanya area khusus merokok dalam suatu event, apalagi event tersebut disponsori oleh perusahaan rokok. Musik harusnya dapat dinikmati oleh semua orang, dan di gelaran seperti RSD2015 tentu penikmat rilisan fisik bukan hanya orang yang berusia 18 tahun keatas, contohnya dulu saya ketika masih duduk di bangku SMP sudah gemar menyisihkan uang saku hanya untuk membeli kaset. Namun karena sponsor yang masuk adalah perusahaan rokok, kebijakan 18+ jadi berlaku disini.

Bicara soal munculnya kritik terhadap label musik mainstream, menurut saya tidak ada salahnya label-label mainstream ikut berkontribusi di gelaran RSD ini. Dari nama acaranya saja "Record Store Day", tentu ini adalah hajatan untuk semua label rekaman fisik yang ada, tidak harus indie namun juga mainstream. Jika dibandingkan dengan RSD di Amerika tentu RSD di Indonesia sudah jauh berbeda, karena pangsa pasar RSD di Indonesia adalah penikmat musik indie, bukan band-band mainstream.










This entry was posted on April 20, 2015 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

Leave a Reply