Loyalitas Tanpa Batas: Euforia Berlebihan Kelompok Suporter di Indonesia



Slogan yang sering digaungkan oleh supporter fanatik tim sepakbola yang paling dibanggakan di kota Malang ini ternyata sedikit banyak ada benar nya juga.  Dimanapun Arema bertanding, kelompok supporter ini hampir dipastikan selalu hadir di stadion untuk mendukung tim kebanggaan nya, dan siapa juga yang tidak tau reputasi supporter bola yang satu ini di Indonesia. Tapi tidak banyak yang tau reputasi mereka diluar stadion, terutama pendapat dari masyarakat umum kota Malang seperti saya yang kadang merasa terganggu oleh tindakan mereka.

Pertama yang perlu digaris bawahi, saya adalah warga asli kota Malang, saya lahir di Malang, sejak Arema masih berkandang di stadion Gajahyana saya juga sering menonton langsung di stadion. Namun semakin kesini, euforia mereka (kelompok supporter) dalam mendukung tim kebanggaan nya sudah kelewat batas menurut saya. Kelewat batas karena sudah cukup mengganggu kepentingan umum.

Beberapa tahun lalu saat Arema juara liga, pesta perayaan diadakan seminggu penuh di kota Malang (ijin dari kepolisian resort Malang  perayaan haya selama 2 hari). Setiap hari konvoy keliling kota, memacetkan jalanan, berlagak sok jagoan dengan memakan semua badan jalan, merusak dan mengintimidasi kendaraan ber plat L (Surabaya) dan D (Bandung) dan tidak mentaati tata tertib lalu lintas. Saya dari situ mulai tidak respect dengan tingkah anak-anak muda yang seperti ini. Ketika sudah bergerombol dan menggunakan atribut kebanggaan nya, rasa saling menghormati pengguna jalan yang lain seakan sudah hilang. Mereka seperti merasa paling berkuasa bak raja jalanan.

Malam hari ini, kejadian serupa terulang lagi di kota Malang. 11 Agustus 2013 adalah ulang tahun tim Arema yang ke 26 tahun, namun hal-hal tidak mengenakkan kembali terulang di kota ini. Sebuah Restoran terbakar habis karena ulah yang katanya oknum yang melempar kembang api dan petasan ke atap restoran yang memang terbuat dari bambu, arus lalu lintas dari Kepanjen (Kabupaten Malang) kearah kota juga macet total sampai saya terjebak disana kurang lebih 3 jam (jarak tempuh normal hanya sekitar 30 menit), belum lagi ulah para supporter yang tidak mengenakan helm dan mengacung-acungkan tongkat bendera kebanggaan nya ditengah kemacetan tersebut. Apa yang sebenar nya ada di pikiran mereka? Kebanyakan dari orang-orang ini adalah bocah dibawah umur juga. Apakah orang tua mereka bangga dengan sikap anak nya yang seperti itu?

Merayakan pesta ulang tahun  ataupun gelar juara tentu tidak ada salah nya, tapi ya ga usah terlalu berlebihan seperti itu. Bukannya bangga adanya malah di pisuh-pisuh i masyarakat umum mengguna jalan raya. Mungkin kelompok supporter lain yang menjadi rival dari pendukung Arema akan senang membaca tulisan ini, tapi saya tekankan tingkah kalian juga sama saja. Jack Mania (Persija) yang suka tawuran sesama supporter dan beberapa waktu lalu menghancurkan bus pemain Persib Bandung dengan batu dan bom molotov saat Persija akan menjamu Persib di GBK, Bobotoh dan Viking yang membakar Stadion Si Jalak Harupat saat tim nya tertinggal 0-1 dari Arema 2 tahun lalu, begitu juga kelompok supporter Bonek yang menghancurkan bus pemain Arema di stadion 10 November dan kerusuhan di tol Gempol dari supporter Bonek yang menghadang konvoy pendukung Arema setelah bertanding di Sidoarjo beberapa tahun yang lalu. Masih banyak contoh buruk dari supporter sepakbola lain di Indonesia yang tidak dapat saya tulis satu persatu disini, belum lagi umpatan-umpatan kasar di stadion yang harus cukup merepotkan pihak stasiun televisi untuk melakukan sensor audio saat live streaming pertandingan.

Apa sih  yang sebenarnya dibanggakan oleh sikap-sikap orang  yang seperti ini, kenapa juga selalu mencari pembenaran dengan mengatas namakan oknum untuk orang-orang yang bersikap merugikan seperti ini?

Waktu sudah menunjukkan hampir jam 10 malam, tapi suara raungan kendaraan, yel-yel rasis supporter dan lengkingan horn dari jalanan di belakang rumah saya masih terdengar jelas, apa mungkin perayaan ini masih bakal berlanjut sampai beberapa hari kedepan? siapa yang bakal tau.

This entry was posted on August 11, 2013 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

2 Responses to “ Loyalitas Tanpa Batas: Euforia Berlebihan Kelompok Suporter di Indonesia ”

  1. menarik mas Komang! :)
    Saya bukan Arema Asli, tp saya sudah menetap di Malang sejak 2003 dan KTP saya adalah KTP Malang.
    Yang menarik adalah bahwa sesi konvoi menjadi daya tarik tersendiri bagi sebagian masyarakat.
    Kapan lagi bisa konvoi seenaknya di dalam kota Malang selain saat mendompleng nama "Arema"? Saya yakin, Arema yg asli itu patuh terhadap peraturan, tertib, dan tidak urakan.
    Saya ingat saat perayaan Arema menjadi juara saat itu, lalu lintas menjadi kacau. Yg menarik adalah ada sebagian Aremania asli yg mendatangi mobil satu persatu dan meminta maaf atas macet yg ditimbulkan "Maaf ya pak / bu, teman - teman sedang larut dalam kegembiraan. Mohon maaf yg sebesarnya".
    Merekalah yg mendukung Arema di kala sedang di puncak atau di bawah, bukan Aremania abal2 yg sekedar memakai atribut Arema supaya bisa ikut konvoi, ikut merayakan kemenangan. padahal nama pelatih Arema saja mungkin mereka tidak tahu.

    Semoga menjadi pelajaran bagi kita semua. Manajemen suporter diperlukan disini. Memang Arema sudah memiliki, namun perlu dirombak dan ditata ulang lg. Kerjasama dan konsolidasi antara Arema, Aremania, pemda Malang, dan kepolisian perlu ditingkatkan.

    Ada sebuah celetukan menarik dari pengendara motor sebelah saya saat saya terjebak kemacetan dalam konvoi kemenangan Arema. "Aku yo Arema tp lek ngerti ngene gak usah juara maneh ae timbangane nggarakno susah de' endi - endhi" (Saya jg Arema tapi kalau tahu seperti ini ya tidak usah juara lagi daripada bikin susah dimana- mana).

    Miris juga, Saat sebagian merindukan kemenangan, yang lain tidak suka kemenangan. Tidak sehati, tidak sejiwa. Siapa yg salah?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih untuk komentar nya, saya sampai sekarang juga sudah 8 tahun tinggal di Jogjakarta, tapi KTP masih Malang. Saya juga Arema (Arek Malang), saya juga tidak malu menggunakan jersey Arema untuk bermain futsal di Jogja, saya juga masih sering menonton pertandingan Arema meskipun hanya lewat layar kaca, tapi sampai sekarang kok ya saya ndak ada pikiran untuk melakukan hal-hal yang saya tulis di artikel diatas, mendukung ya saat pertandingan saja, selepas itu ya saya menjadi Arema (Arek Malang) biasa yang masih bangga dengan semua identitas asli dari kota ini tanpa melakukan hal-hal negatif yang dapat memberikan opini jelek dari masyarakat disekitar saya sebagai warga Malang, secara notabene saya adalah pendatang di Jogja.

      Yang perlu dirombak adalah mental dari masing-masing individu nya menurut saya, edukasi dari pihak terdekat (keluarga) lah yang penting, Manajemen Arema, Pemda dan Kepolisian sudah banyak memberikan fasilitas untuk mereka, tapi tanpa adanya pendidikan mental, hal-hal seperti ini pasti juga akan terulang kembali dimasa-masa yang akan datang :)

      Delete