LELAGU, Sebuah Kebersamaan Yang Menjadi Identitas di Yogyakarta


Kali ini saya ingin bercerita sedikit tentang sebuah proyek pertunjukan panggung pertama saya. LELAGU, yang memiliki arti sederhana yaitu "bebunyian" atau "nyanyian" yang dalam bahasa jawa biasa disebut dengan "lelagon" ini adalah sebuah bentuk pertunjukan musik akustik yang berkolaborasi dengan seni rupa dalam satu panggung yang sama. 

Konsep dan ide awal LELAGU terbentuk satu tahun yang lalu, dimana saya bersama KANALTIGAPULUH pada saat itu ingin membuat sebuah event off air sebagai bentuk brand activation dari media kami, namun masalah yang timbul adalah kami tidak memiliki bugdet untuk memproduksi sebuah event secara reguler. Bak gayung bersambut, Kedai Kebun Forum menawarkan tempat dan segala fasilitas yang ada untuk dapat kami gunakan secara gratis, dimana Kedai Kebun Forum adalah sebuah ruang alternatif yang bergerak dalam bidang seni rupa, dan KANALTIGAPULUH pada saat itu bergerak sebagai media musik dan radio online.

Nama LELAGU dicetuskan oleh penyiar radio saya pada waktu itu, Nugroho Adhy. Kami kemudian membentuk tim kecil yang merupakan perwakilan dari KANALTIGAPULUH dan KKF (Kedai Kebun Forum). Muncul beberapa nama yang bisa dibilang adalah orang-orang dibalik terbentuknya LELAGU, yaitu saya, Nugroho Adhy, Gisela Swaragita, Wafiq Giotama dan Randy Surya Mukti. Sepanjang KANALTIGAPULUH terbentuk, ini adalah tim yang paling solid dengan ide-ide kreatif yang mengalir sangat deras pada waktu itu, dan dari pihak KKF ada Prihatmoko Moki. 

Berjalan sebulan sekali, banyak sekali proses yang terjadi didalam event ini. Mulai dari keterbatasan alat produksi event hingga masalah-masalah internal dan tuntutan hidup yang kemudian membuat tim kecil ini mengalami penyusutan anggota. LELAGU menyisakan beberapa nama saja, yaitu saya, Gisela Swaragita dan Prihatmoko Moki yang dibantu oleh Uniph. Merasa kekurangan tenaga, kami kemudian melibatkan beberapa orang lagi, yaitu Adelina MK yang kemudian bergabung dengan KANALTIGAPULUH hingga saat ini dan juga Aditya "Kenthir". 

Meskipun timnya sangat kecil, event ini bisa begitu sustain karena melibatkan banyak pihak luar. Sebut saja divisi dokumentasi yang sempat bekerjasama dengan Snoopdog Film, IROCKUMENTARY dan JogjaStage. Diluar divisi produksi, record store dan reseller di Yogyakarta juga kami libatkan di event ini, seperti Yes No Shop dan Doggyhouse Records. Secara tidak langsung "kearifan lokal" terjalin dengan baik disini karena melibatkan berbagai media independen dan sub kultur independen lain yang ada di Yogyakarta. 

Pada suatu titik, saya secara pribadi dan KANALTIGAPULUH secara institusi memutuskan untuk keluar dari LELAGU, sehingga menyisakan Prihatmoko Moki, Uniph, Gisela Swaragita dan Adelina MK saja. Pada awalnya saya sempat marah dengan mengoceh serampangan di media sosial mengenai ini, namun kemudian saya berfikir, tidak ada gunanya melakukan hal seperti itu. Ada baiknya saya berhenti dari LELAGU, karena energi saya sepertinya sudah habis. Meskipun menjadi salah satu founder, saya tidak perlu sakit hati atau merasa marah saat harus keluar dari tim ini, saya bisa lebih fokus ke hal-hal yang lain sama seperti teman-teman yang terlebih dahulu keluar dan semua memang akan baik-baik saja. Regenerasi pun saat ini telah terjadi, dimana LELAGU sudah membentuk tim baru dengan orang-orang lama yang masih tersisa. 

Saat ini, nama LELAGU sudah dikenal sebagai salah satu bentuk pertunjukan yang harus ditonton dan tidak dilewatkan jika kamu sedang berada di Yogyakarta. Konsep pertunjukan yang unik dan menarik dan tidak pernah terjadi di kota lain ini ternyata menjadi nilai jual sendiri untuk kota Yogyakarta, entah sudah ada yang sadar tentang hal ini atau tidak. Musisi lintas genre yang harus bisa bermain live secara akustik tentu itu bukan perkara mudah, belum lagi mental perupa harus diuji ketika dia harus membuat karya secara live dengan merespon musik yang sedang dimainkan didepan tatapan mata sekitar 200 penonton, itu tentu semacam "ujian pendadaran" bagi mereka.

LELAGU adalah sebuah bentuk manifesto sebuah pagelaran kecil oleh tim yang kecil dan ternyata  telah berkembang menjadi sebuah identitas baru di suatu kota, tentu sangat disayangkan jika pagelaran ini bubar dan berhenti begitu saja. Saya harap, sebagai kota seni dan memiliki ribuan anak muda kreatif, semoga kedepannya semakin banyak acara-acara kreatif yang digagas oleh anak muda seperti LELAGU ini di Yogyakarta.  

*Dokumentasi LELAGU dapat kamu lihat pada tautan berikut ini







This entry was posted on April 3, 2015 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

Leave a Reply