Di
penghujung bulan Oktober tahun ini, tepatnya pada tanggal 24-26 Oktober Jakarta
kembali diramaikan dengan festival art n music berskala internasional, sebut
saja Java Soundsfair.
Menurut
penuturan Dewi Gontha saat konferensi pers di Sultan Hotel pada hari Kamis
(23/10), Java Soundsfair bukanlah bentuk festival musik baru yang merupakan
penggabungan dari Java Rockingland dan juga Java Soulnation. Banyak pihak yang
bertanya-tanya sebelumnya termasuk juga saya apakah memang festival baru ini
merupakan penggabungan 2 festival tahunan dari JFP tersebut, karena pada tahun
ini memang Java Soulnation dan Java Rockingland tidak digelar, dengan alasan
waktu pelaksaan yang terlalu mepet dengan pesta demokrasi di Indonesia dan juga
festival-festival internasional di Eropa dan Jepang.
Kita
kembali lagi ke Java Soundsfair, sebagai sebuat festival berskala internasional
tentu sangat menarik untuk disimak. Seperti biasa, JFP memang tidak
menghadirkan line up internasional yang sedang nge hip pada saat ini, sebut saja saat saya
menonton gelaran Java Rockingland tahun lalu di Ancol artist luar negeri yang
diboyong adalah Steelheart, Sugar Ray dan Sixpence None The Richer. Untuk tahun
ini di Soundsfair JFP juga memboyong line-up yang tidak sedang cukup “naik
daun” di Indonesia. Meskipun bisa kita bilang Magic! dan Yuna adalah pendatang
baru yang memiliki jutaan fans diseluruh dunia, namun saat saya menonton Magic!
rata-rata penonton yang memadati Plenary Hall hanya hafal di lagu pamungkas
“Rude”, yang memang lagu ini adalah hits single dari Magic! band asal Los
Angeles yang membawakan musik berirama reggae ini.
Lebih
menarik untuk mengomentari line up lokal yang juga turut mengisi festival ini,
sebut saja The Brandals yang mengkumandangkan penampilan terakhirnya adalah di
gelaran Soundsfair, dan tiba-tiba bagaimana bisa The Brandals berduet bersama
dengan Iwa K diatas panggung? Mungkin band indie-rock digabungkan dengan musisi
Rap adalah kali pertama terjadi di festival musik di Indonesia, ya di gelaran
Java Soundsfair ini. Sentimental Moods juga membuat gimmick dimana mereka
perform tidak diatas panggung namun sambil berjalan-jalan di area penonton Hall
Demajors. Fade 2 Black juga tiba-tiba nongol berduet dengan Asian Dub
Foundation, tentu tidak satupun diantara kita yang menonton menyangka akan
menyaksikan kolaborasi yang seperti ini.
Satu yang
membuat saya kurang nyaman saat menonton festival ini adalah karena venuenya
adalah indoor. Bertempat di JCC yang indoor dan ber AC dengan setting venue
yang lebih mirip seperti mall membuat penonton yang hadir kurang dapat leluasa
menikmati pertunjukan, karena sound out yang dihasilkan menjadi kurang maksimal
oleh sistem bangunan yang memang tidak dipertukkan untuk pagelaran konser musik
indoor (baca: di Merak (Demajors) dan Lobby). Petunjuk arah untuk masing-masing
stage juga saya rasa kurang membantu karena tidak ada penanda (atau mungkin
saya yang selama 3 hari acara tidak melihat?) sehingga banyak penonton yang
kebingungan saat ingin berpindah panggung.
Selain
ditampilkannya beberapa instalasi karya seni dari indoartnow di Assembly 2, Refresh
Lounge dan A Create Zone Stage juga
menarik untuk disimak.
Refresh Lounge merupakan sebuah lounge yang disiapkan oleh
Sampoerna untuk memperkenalkan tampilan baru A Mild Menthol. Di Refresh Lounge
ini, para pengunjung dapat mengikuti aktivitas yang dapat meng-refresh diri
mereka, seperti menata rambut di Refresh Your Look corner, atau
menggunakan mesin pijat di Refresh Your Body corner. Sampoerna A juga
menawarkan minuman-minuman menyegarkan seperti juice dan fruit popsicle gratis
kepada para pengunjung. Sepanjang 24-26 Oktober 2014, Refresh Lounge
telah dikunjungi oleh lebih dari 3.000 pengunjung dan mendistribusikan lebih
dari 750 gelas juice per hari. Refresh Lounge juga menawarkan pembuatan
merchandise customized pouch yang difasilitasi oleh Maja Esa
Indonesia.
Selain menampilkan pertunjukan band, A Create Stage juga
menampilkan hasil karya pemenang Go Ahead Challenge 2014. Go Ahead Challenge
merupakan sebuah kompetisi kreatif yang memfasilitasi penggiat dan penikmat
seni di Indonesia pada empat subkultur: seni visual, musik, fotografi, dan
style. Para penggiat dan penikmat seni dapat mengunggah karya mereka di
GoAheadPeople.com untuk kemudian dikurasi oleh empat kurator yang kompeten di
bidangnya.
Pada akhir bulan September 2014, Go Ahead Challenge telah
memilih dua orang pemenang: Sylvester Suwandy (Syl) dari subkultur style dan
I.G. Aditya Bramantya (Bram) dari subkultur fotografi. Kedua pemenang ini
mendapatkan kesempatan untuk bergabung dengan tim Tex Saverio dalam
mempersiapkan Paris Fashion Week di Jakarta dan Paris. Selain itu, mereka juga
mendapatkan kesempatan untuk berkerja sama dengan fotografer fashion
profesional Perancis bernama Michel Dupre. Hasil karya mereka di Paris telah
dipamerkan di A Create Stage Soundsfair 2014. Kompetisi di tahun ini
memang sudah berakhir, namun sesi berikutnya akan kembali dibuka, dan Go Ahead
Challenge akan tetap menawarkan pengalaman internasional di tahun
depan. Sebagai informasi, pada tahun 2013, dua musisi indietelah
diberangkatkan untuk tampil di acara Identite 11.1 di Singapura, dan April 2014
lalu beberapa seniman visual juga diterbangkan ke Jepang untuk diberi
kesempatan memamerkan karyanya di Roppongi Art Night, Tokyo.