You Need More More Fans, We Need More Stages, Memunculkan Memorabilia Scene Jogjakarta dalam 10 Tahun Terakhir


Nampaknya tagline dari pameran foto Anom Sugiswoto kemarin (20/07/2013) di Kedai Kebun Forum Yogyakarta sedikit banyak merepresentasikan tentang scene music di Jogjakarta.  Ini adalah pameran tunggal dari Anom yang juga menjadi kontributor untuk Weeneedmorestage, sebuah portal website fotografi panggung di Indonesia dan juga seorang fotografer yang sudah mendokumentasikan pertunjukan music di Jogja dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.


Pameran foto yang berlangsung satu hari selama 180 menit dan menggunakan konsep visual berupa slide show dengan diiringi oleh mixtape dari Uma Gumma ini sedikit banyak mencuri perhatian saya. Setelah sempat mengikuti diskusi singkat di sore hari bersama Keke Tumbuan, Indra Ameng, Wok The Rock dan Anom, banyak pendapat yang muncul tentang fotografi panggung termasuk dari saya sendiri, dimana sebagai contoh dari Anom sendiri lebih nyaman memotret gig dari teman-teman mereka sendiri karena tidak hanya objek dari pertunjukan saja yang di dokumentasikan, namun juga sisi penonton dan suasana dari pertunjukan juga didokumentasikan oleh Anom. Lebih nyaman saja, bisa dibilang seperti itu. Indra Ameng  dan Keke memiliki cerita yang sedikit berbeda tentang gig Superbad! nya di Jakarta. Pada awal nya sedikit sekali photographer yang hadir memotret di acara itu, kecuali Agung dari Irockumentary.

Suatu kontradiksi menurut saya jika di bandingkan dengan kondisi lain dimana kamera profesional sudah seperti menjadi trend baru, dimana (mungkin) menonton konser dengan membawa kamera bahkan iPad akan terlihat sangat keren, namun dibalik itu mereka tidak pernah menunjukkan karya-karya foto nya. Bisa dilihat semakin berjubel nya fotografer yang memotret dari media pit, dan tidak kalah berjubel nya jumlah penonton yang sibuk dengan kamera ataupun gadget canggih mereka dikala menonton sebuah konser. Nilai-nilai estetika dan etika dalam sebuah konser, baik dari sisi fotografer ataupun penonton nya sendiri sudah mulai dilupakan disini.

Terlepas dari sedikit hasil obrolan diskusi, secara keseluruhan konsep pameran ini sangat menarik. Tapi perlu digaris bawahi, lebih menarik jika dinikmati oleh orang-orang yang terlibat di masa itu (10 tahun terakhir) karena materi dari pameran foto ini adalah dokumentasi pertunjukan panggung di Jogjakarta pada khusus nya. Memori-memori masa lalu banyak terlihat di wajah orang-orang yang datang ke pameran ini. Meskipun tidak hanya penggiat scene dan musisi Jogja saja yang hadir, ada seniman lain dan peneliti seperti Nuraini Juliastuti contoh nya. Memori masa lalu saya pun hadir ketika melihat beberapa  foto-foto Tika ditampilkan, saya teringat sahabat-sahabat saya yang di kala itu datang menonton   namun sekarang mereka sudah pergi entah kemana. Seorang teman wanita saya juga tertawa saat melihat foto bersama mantannya ternyata juga ditampilkan, sesuatu yang tidak diduga dan menyisakan cerita menggelitik  dibelakangnya. Saya yakin banyak sekali memorabilia sejenis yang muncul di kepala orang-orang yang juga datang kemaren malam di Kedai Kebun Forum.

Pengumpulan arsip dokumentasi sangatlah penting, kita tidak akan pernah tau kapan arsip-arsip itu akan dapat berguna, tapi suatu saat arsip dokumentasi pasti akan dapat memiliki nilai lebih,  memunculkan rasa nostalgia dan memorabilia contohnya seperti yang di tunjukkan oleh Anom Sugiswoto di pameran tunggalnya kali ini.
Tulisan saya ini juga di publikasikan di website deathrockstar.info

This entry was posted on July 21, 2013 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

Leave a Reply