Cerita Griyakata

Griyakata. Sebuah NGO - Organisasi Sosial Non-Profit yang dibentuk di Jogja kurang lebih 3 tahun yang lalu. Berawal dari pembicaraan singkat bersama seorang teman saya, teman mengautis saya di jaman itu lebih tepatnya, sebut saja dia Raymond Frederik.Saya dan dia pasti hanya bisa tertawa jika teringat perbuatan-perbuatan bodoh  kami yang terjadi di masa itu. Selain ini kami juga berhasil melegalkan KOMUNIS - Komunitas Musik di Kampus dan Fakultas saya. Ini adalah hal yang selama ini di tabu kan oleh Fakultas, karena dianggap tidak ada unsur pendidikan dan rasa akan seni  di Fakultas saya memang terbilang kurang (saya studi di kampus swasta terbesar di Yogyakarta, jurusan Teknik Informatika ).

Bermodal dari beberapa orang mahasiswa yang sebelumnya terkenal memiliki pemikiran frontal & sedikit apatis di kampus, dibentuklah Organisasi ini. Tujuan awalnya adalah memberi pendidikan yang layak bagi anak-anak dan terfokuskan untuk mendirikan perpustakaan  gratis, dengan penentuan lokasi di Ponjong, Gunung Kidul, Yogyakarta. Lokasi ini cukup jauh dari kota dan mutu pendidikan di daerah tersebut terbilang kurang dibina dengan baik (sudah dilakukan survey dan pendataan terlebih dahulu tentunya).

Semacam tidak mungkin saya pikir untuk bisa menjalankan project sebesar ini. Hanya dengan 5 orang pada awalnya (Alfonsus Anjar, Raymond Frederik, Stefani Ayu, Shindutama N, dan Saya). Lambat laun, dengan metode social engineering mulai banyak pihak yang datang membantu, termasuk salah satu Cafe di jalan Affandi Yogyakarta yang dengan cuma-cuma meluangkan space tempatnya hanya untuk kami akustikan dalam mencari dana, sebuah toko buku yang cukup besar namanya di Yogyakarta dan donatur-donatur lain.

Saat ini bangunan fisik perpustakaan ini sudah jadi, selama hampir 4 tahun akhirnya hampir selesai project besar ini. Saya cuma berpikir, apakah semua nya bakal selesai hanya sampai disini? Bagaimana regenerasi pekerjaan besar kami ini di kemudian hari? Tidak dapat di pungkiri kami juga tidak bisa secara total meluangkan waktu untuk mengurus NGO ini, teman-teman sudah selesai studi, dan beberapa sudah menghilang entah kemana. Membagi waktu antara pekerjaan  di kantor dan mengurusi proyek ini tentu bukan pekerjaan mudah.

Saya cukup kecewa melihat adik-adik kelas yang kurang memiliki pemikiran kritis terhadap lingkungan sekitar nya, kenapa? Mereka kebanyakan hanya kuliah dan menjalin hubungan sosial dengan teman-teman kampus nya, tanpa melakukan sesuatu yang berarti bagi orang lain atau kampus nya sendiri. Semoga generasi penerus di fakultas saya ada yang memiliki pemikiran kritis, seperti kakak-kakak tingkat kalian, 5-6 tahun lalu.

This entry was posted on September 8, 2012 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

Leave a Reply