Percakapan Teras Tentang Genderisasi

Hari itu adalah hari ketika saya berkunjung ke rumah Ayu. Ayu adalah kenalan saya. Namun Ayu tidak mengakui kalau mengenal saya, mungkin karena Ayu orangnya pelupa. Maklum Ayu orangnya suka lupa sih, selain suka geje dan suka resek kalo mabok. Namun lagi-lagi namun, setelah melihat dua buah tai lalat yang menempel di pipi saya, agaknya Ayu pun segera mengenali saya.

“Astaga! ka.. ka.. kamu Rikno kan!, Rikno yang dulu pernah nipu saya!”.

“Hah,Rikno! bukan banget.. saya Adi, coba deh kamu inget-inget lagi “.

“Ohh, iya.. iya, inget, Adi mantan penyanyi cilik yang sekarang jadi pelawak tapi suka garing kalo ngelawak itu ya?”

“Bukan, itu mah Adi Bing Slamet kaleeee!”. jawab saya..

“Trus sapa dong.. dong.. dong?”..Tanya Ayu penasaran..

“Aku Adi temen Voli kamu dulu”

“Oh, astaga.. jadiii kamu Adi temen aku Voli dulu itu ya?” (sambil memeluk saya)
kami berdua lantas mengobrol seru diteras rumahnya, Ia duduk manis dengan kostumnya yang berkilau, mengobrol tentang apa saja di Jakarta,  dari mulai topik-topik aktuil hingga berita kaburnya Arumi Bachsin. Kemudian Ayu juga menceritakan perihal penderitaan batin yang ia alami selama 3 tahun belakangan. Dari ceritanya, saya tau bahwa Ayu sepertinya tertekan. Memang, sedari dulu ia selalu bilang kalau ia ingin seperti ayah angkatnya yang seorang penata rambut profesional, Ia selalu mengidolakan ayah angkatnya yang kreatif, cerdas, cermat, gagah, berani, rajin, pangkal pandai dan selalu jadi trend setter dikalangan budayawan hingga sosialista. Itulah sebabnya Ayu lantas memutuskan menjadi trans-gender, dahulu Ayu bernama Bayu. Keputusan yang diambilnya adalah keputusan yang sulit, yang menuai banyak kontroversi. Apalagi di negeri ini mengganti kelamin bukanlah perkara sepele, semudah mengganti Casing hape. Ayu nekat memasang implan payudara berbahan silikon di dadanya sehingga terlihat layaknya wanita, kemudian memangkas batang penisnya dan melubanginya sehingga terasa mirip vagina.

Namun, lagi-lagi namun, alasan Bayu satu-satunya untuk berganti kelamin menjadi Ayu adalah agar dirinya dapat mengenakan kerudung. Kepada saya, Ayu bercerita bahwa sedari kecil dirinya ingin sekali mengenakan kerudung, tapi selalu dilarang oleh kedua orang tua-nya. Hanya karena masalah yang bisa dibilang sepele, karena dirinya adalah seorang laki-laki.

“Apa jilbab itu hanya milik wanita?, Apa jilbab itu harus dipakai saat seorang wanita telah siap lahir bathin? aku telah siap lahir dan bathin, tapi mengapa dilarang?”. protes Ayu sambil menyulut rokok Dji sam soe.

Memang didunia ini segala hal yang berkaitan dengan gender selalu didikotomikan alias dibeda-bedakan, dari mulai hal sepele seperti pipis, masalah cuti, fashion, serta perlakuan orang-orang sekitar. Hal tersebut membuat saya kembali teringat pada acara anak-anak yang sempat nge-hits di awal dekade ini, “teletubies”. Mereka berempat terlihat amat akrab berpelukkan tanpa harus mengerti apa itu arti dari genderisasi. Padahal mereka semua berkerudung. Dan sampai sekarang tidak terdeteksi kelamin mereka itu apa.

Siang lambat laun berganti malam, dan kini telah gelas ke-tiga, jam sembilan malam aku pulang dengan sedikit noda basah diselangkangan.

======
Narasi yang cukup menarik buat saya, tulisan dari teman baik saya di Malang, seorang storyteller dan penyiar di kanaltigapuluh online radio, Adi Surya W.

This entry was posted on June 7, 2012 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

Leave a Reply